Home » » ORGANISASI INTERNASIONAL BIDANG EKONOMI DAN PERDAGANGAN

ORGANISASI INTERNASIONAL BIDANG EKONOMI DAN PERDAGANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Selama negara-negara di dunia menjadi saling bergantung dalam bidang satu sama lain, mereka membutuhkan peraturan untuk mengatur hubungan ekonomi internasional, yaitu perjanjian multilateral dan organisasi internasional.
Sejak abad ke-19 pemerintah telah bekerja sama untuk menciptakan organisasi internasional yang mengatur peningkatan hubungan ekonomi antar negara. Kebanyakan/beberapa dari organisasi ini telah dibentuk secara dramatic sejak Perang Dunia II.
Saat ini terdapat beberapa perjanjian ekonomi (dan organisasi) yang mencari pengatur perdagangan komiditi internasional (perjanjian-perjanjian komiditi), yang mengatur pertukaran tarif internasional (IMF) yang mempengaruhi perdagangan internasional dan perkembangannya (IBRD, IMF, IFC, IDA, OECD, GATT, dan lain-lain), yang dibuat dalam bidang perdagangan umum dan menggunakan pengaruh yang luas pada pabrik-pabrik, industry, pertanian, transportasi, keadaan-keadaan ekonomi dan sosial secara umum.
Semua ini diketahui bahwa perjanjian internasional merupakan suatu hal yang dpat menciptakan hak-hak dan kewajiban yang meningkat pada hukum internasional. Jajaran yang luas pada perjanjian internasional, masih ada dan yang aka nada, dapat digambarkan sebagai sumber utama hak dan kewajiban dalam hukum internasional dan khususnya hukum ekonomi internasional saat ini. Perjanjian internasional itu menentukan hak dan kewajiban antar negara, antara negara-negara dan organisasi internasional.
Banyak organisasi ekonomi internasional, seperti organisasi internasional public, yang sedang dibentuk, biasanya menghasilkan konsultasi dan negoisasi yang berlarut-larut. Bagaimanapun, dalam hal yang penting bahwa yang diciptakan harus melalui produk dari proses negosiasi yang panjang. Sebagai contoh perjanjian pengembangan antara IMF dan IBRD yang diadakan dari 1 sampai 22 Juli 1944 di Bretton Woods, New Hampaschire dan baru ada pada tanggal 27 Desember 1945. Hal ini didahulu oleh negoisasi yang panjang antara para peserta yang berkepentingan (antara lain USA dan Inggris).
Bentuk organisasi ekonomi internasional dalam hal ini termasuk semua organisasi dari suatu dasar antar pemerintahan yang berhubungan dengan hubungan-hubungan ekonomi, keuangan dan pembiayaan atau hal lain yang langsung mempunyai pengaruh pada hubungan itu.
Dengan adanya organisasi ekonomi internasional terebut maka suatu negara juga melakukan perdagangan bebas, baik produk primer, sekunder maupun tersier.
Permasalahan hukum dalam perdagangan bebas pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah yang dihadapi para piha dalam transaksi bisnis domestic. Walaupun demikian, terdapat sejumlah masalah yang unit dalam transaksi bisnis internasional yang makin berkembang pada era perdagangan bebas dewasa ini. Masalah-masalah yang timbul dalam transaksi bisnis internasional umumnya berkaitan erat dengan resiko-resiko tambahan tertentu, dan adanya penerapan bebera peraturan yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana hukum organisasi internasional bidang ekonomi
b. Bagaimana hukum organisasi internasional bidang perdagangan
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hukum organisasi internasional bidang ekonomi
b. Untuk mengetahui hukum organisasi internasional bidang perdagangan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Organisasi Internasional Bidang Ekonomi
1. Klasifikasi Organisasi Ekonomi Internasional
Organisasi internasional dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara antara lain, berdasarkan keikutsertaan dari keanggota dan fungsi walaupun perbedaan antara organisasi ekonomi dan politik tidak begitu jelas.
• Organisasi ekonomi internasional global
Beberapa perwakilan (Agencies) khusus dan GATT :
- International Labour Organization (ILO)
- International Civil Aviation Organitation (ICAO)
- Food and Agriculture Organization (FAO)
- International Bank Reconstruction and Development (IBRD)
- International Finance Corporation (IFC)
- International Development Association (IDA)
Badan-badan tambahan yang diciptakan oleh sidang umum PBB :
- United Nation Development Programme (UNDP)
- The United Nation Capital Development Fund (UNCDF)
- The United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD)
- The United Nation Industrial Development Organization (UNIDO)
• Organisasi ekonomi regional
Komisi regional kerangka ECOSOC
- Komisi Ekonomi untuk Eropa
- Komisi Ekonomi untuk Afrika
- Komisi Ekonomi untuk Afrika Barat
- Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin
- Komisi Ekonomi untuk Asia dan Asia Timur
• Perjanjian-perjanjian Multilateral Ekonomi Khusus
- General Agreement of Tariffs and trade (GAAT)
- Comodity Agreements

2. Perkembangan Hukum Ekonomi Internasional
Hukum ekonomi internasional sudah berkembang pada abad ke-12. Hal ini ditandai dengan sudah dikenalnya klausul-klausul most-favoured nation (MFN) treatment dan timbal balik dalam abad itu. Pengaruh lain disumbangkan dari ilmu ekonomi, yaitu dengan lahirnya tulisan The Wealth of Nation (1776) karya Adam Smith. Ia menyatakan bahwa spesialisasi akan menciptakan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang kemudian menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Tindakan dalam melakukan kerjasama internasional tersebut harus dilakukan dengan menghormati prinsip persamaan (equality) dan penghormatan atas HAM serta kebebasan fundamental tanpa batasan ras, jender, bahasa dan agama. Kedua, resesi ekonomi yang timbul setelah perang dunia kedua menimbulkan apa yang dikenal dengan Bretton Woods System dengan pendirian lembaga-lembaga ekonomi internasional seperti IMF, World Bank dan GATT. Lembaga-lembaga inilah (minus GATT) yang kemudian melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum ekonomi internasional.

3. Status Hukum Organisasi Ekonomi Internasional
Adapun UU organisasi ekonomi internasional yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan international covenant on economic, social and cultural rights (kovenan internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya).

Organisasi internasional secara umum mengandung “personality” hukum negara-negara yang bersangkutan. Kepribadian / cirri khusus hukum memungkinkan mereka menjalankan seperti hukum yang ada, antara keduanya dalam lingkungan hukum internasional dan dalam lingkungan mereka sendiri.
Walaupun hal ini diragukan bahwa organisasi internasional memiliki kepribadian / ciri hukum internasional, keperibadian/ciri ini tidak sama dengan kepribadian/ciri dari masing-masing negara.
Seperti diketahui organisasi internasional terkait dalam kegiatan-kegiatan yang member syarat kepada mereka untuk memiliki ciri/tanda dari kepribadian internasional dan hal ini merupakan bagian suatu hal yang penting dari implementasi dari perjanjian yang diperhatikan. Oleh karena itu, kepribadian hukum merupakan suatu ciri yang penting dalam menentukan objektivitas dari apa yang dibentuk oleh organisasi-organisasi internasional.
Ketentuan dari organisasi-organisasi internasional tertentu memiliki kemampuan untuk menunjukkan macam-macam fungsi, antara lain mencakup perjanjian-perjanjian (treaty), menciptakan perdamaian internasional, mengadakan konfirmasi internasional yang mewakili negara-negara dan organisasi-organisasi internasional, mengirimkan perwakilan diplomatic untuk menjadi anggota dan bukan merupakan anggota.
Kebanyakan organisasi ekonomi internasional telah mempunyai kepribadian/ciri hukum dengan ketentuan-ketentuan yang diciptakan mereka. Misalnya pada pasal tentang perjanjian pada IMF dalam pasal IX, yaitu ayat 2 menyatakan : “Status of The fund. The fund shall posses full juridical personality, and in particular, the capacity. (i) to create, (ii) to aquire and dispose of immovable and movable propert, (iii) to in statute legal proceedings”.
Kemudian ketentuan-ketentuan dari perjanjian dalam IBRD (Pasal VII, ayat 2 yang mencakup suatu ketentuan umum. Pasal 28 dari komisi European Communities (Merger Treaty) dan pasal 10 dari protocol on the Privileges and Immunities of the Eroupean Communities.
Dari pertimangan pendapat diatas, hal ini akan dikatakan bahwa kepribadian hukum yang dimiliki oleh organisasi ekonomi internasional merupakan suatu yang pokok dari fungsi mereka, tidak hanya memungkinkan organisasi internasional menjalankannya sebagai perseorangan/subjek yang mengizinkan mereka membuat perjanjian-perjanjian dengan organisasi internasional lain yang ada, mengambil keputusan yang akan mempunyai akibat internasional, hal ini juga memungkinkan organisasi-organisasi ini memperlihatkan fungsinya dalam system hukum yang dimiliki negara-negara anggota.

B. Pengertian Hukum Perdagangan Internasional
a. Definisi Schmitthoff
Definisi pertama adalah definisi yang dikeluarkan oleh
Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya tahun 1966. Definisi ini sebenarnya adalah definisi buatan seorang guru besar ternama dalam hukum dagang internasional dari City of London College, yaitu Professor Clive M. Schmitthoff. Sehingga dapat dikatakan bahwa definisi yang tercakup dalam Laporan Sekretaris Jenderal tersebut tidak lain adalah laporan Schmitthoff.
Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “... the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations”.
Dari definisi tersebut dapat tampak unsur-unsur berikut:
a. Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata,
b. Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.
Dari definisi tersebut berdampak pada ruang lingkup cakupan hukum dagang internasional. Schmitthoff menguraikan bidang-bidang berikut sebagai bidang cakupan bidang hukum ini:
1. Jual beli dagang internasional: (i) pembentukan kontrak; (ii) perwakilan-perwakilan dagang (agency); (iii) Pengaturan penjualan eksklusif;
2. Surat-surat berharga
3. Hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional
4. Asuransi
5. Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, perairan pedalaman
6. Hak milik industri
7. Arbitrase komersial.

b. Defenisi Hercules Booysen
Booysen sarjana Afrika Selatan tidak memberi definisi secara tegas. Beliau menyadari bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Karena itu, upaya untuk membuat definisi bidang hukum, termasuk hukum perdagangan internasional, sangatlah sulit dan jarang tepat.
Karena itu dalam upayanya memberi definisi tersebut, beliau hanya mengungkapkan unsur-unsur dari definisi hukum perdagangan internasional. Menurut beliau ada tiga unsur, yakni:
a. Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus dari hukum internasional (international trade law may also be regarded as a specialised branch of international law).
b. Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hokum internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). (International trade law can be described as those rules of international law which are applicable to trade in goods, services and the protection of intellectual property). Bentuk-bentuk hukum perdagangan internasional seperti ini misalnya saja adalah aturan-aturan WTO, perjanjian multilateral mengenai perdagnagan mengenai barang seperti GATT, perjanjian mengenai perdagangan di bidang jasa (GATS/WTO, dan perjanjia mengenai aspek-aspek yang terkait dengan HAKI (TRIPS). Dalam lingkup definisi ini diakui bahwa negara bukanlah semata-mata pelaku utama dalam bidang perdagangan internasional. Negara lebih berperan sebagai regulator (pengatur). Karena itu hukum perdagangan internasional juga mencakup aturan-aturan internasional mengenai transaksitransaksi nyata yang bersifat internasional dari para pedagang (international law merchants). Karenanya, international law merchants ini adalah bagian dari hokum perdagangan internasional. Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum nasional yang memiliki atau pengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara umum. Karena sifat aturan – aturan hukum nasional tersebut, maka atura-aturan tersebut merupakan bagian dari hukum perdagangan internasional. Contoh dari aturan hukum nasional seperti itu adalah perundangundangan yang ekstrateritorial (the extraterritorial legislation).

C. Hukum Organisasi Internasional Bidang Perdagangan
Adapun UU yang mengatur tentang Perdagangan Internasional adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tetang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2000 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas menjadi undang-undang.
Permasalahan hukum dalam perdagangan bebas pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah yang dihadapi para piha dalam transaksi bisnis domestic. Walaupun demikian, terdapat sejumlah masalah yang unit dalam transaksi bisnis internasional yang makin berkembang pada era perdagangan bebas dewasa ini. Masalah-masalah yang timbul dalam transaksi bisnis internasional umumnya berkaitan erat dengan resiko-resiko tambahan tertentu, dan adanya penerapan bebera peraturan yang berbeda.
Resiko tambahan dan masalah lain yang terdapat di dalam transaksi bisnis internasional disebabkan oleh beberapa factor :
1. Penjual enggan mengirimkan barang kepada pembeli tanpa adanya jaminan pembayaran, dan pemberi enggan membaya terlebih dabhulu sampai ia memeriksakan kualitas barang yang diberlinya, atau setidak-tidaknya ia tahu bahwa barang tersebut telah dikapalkan.
2. Salah satu pihak harus mengatasi masalah mata uang asing
3. Hampir sempua terjadi bahwa para pihak memiliki bahasa yang berbeda sehingga dapat menimbulkan salah pengertian mengenai prakondisi atau persyaratan dasar transaksi bisnis yang dilakukan.
4. Transaksi bisnis internasional berhadapan dengan berbagai peraturan (yang membedakannya dengan transaksi bisnis domestic), dan sering kali transaksi tersebut tunduk pada peraturan lebih dari satu negara.
5. Transaksi bisnis internasional tunduk pada lebih dari suatu system hukum yang berlainan dan kebiasaan yang berbeda sehingga dapat menimbulkan kesulitan ketika terjadi perselisihan. Hukum atau kebiasaan yang manan yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
6. Apabila perselisihan tumbul atau jika kontrak dilanggar, penentuan dan pelaksanaan kewajiban kontrak lebih sulit jika pengadilan asing dan aturan-aturan asing ikut terkait didalamnya.
Berbagai permasalahan tersebut diatas telah dicoba untuk diatasi dengan harmonisasi aturan dan praktik melalui berbagai upaya, diantaranya adalah :
1. Penciptaan konvensi-konvensi yang disetujui berbagai negara dan diterampkan dalam situasi-situasi tertentu
2. Penyusunan modal law yang diusulkan berbagai organisasi internasional yang dimasukkan ke dalam hukum internasional masing-masing negara
3. Ketentuan-ketentuan dari kebiasaan yang berlaku di dalam praktik yang minta dimasukkan ke dalam perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam transaksi bisnis internasional.
Usaha-usaha tersebut diatas umpamanya telah dilakukan international chamber of commerce (ICC) dengan memublikasikan defenisi-defenisi berbagai syarat dan aturan Latter of credit dan penyediaan forum penyelesaian sengketa. Konferensi Den Haag di bidang Hukum Perdata Internasional telah menyusun berbagai rancangan konvensi yang berhubungan dengan perdangan, meliputi pilihan hukum dalam jual beli barang internasional, hukum yang berlaku untuk keagenan, pengakuan terhadap perusahaan asing, pengakuan dan pelaksanaan putusan pengadilan di bidang perdata dan komersial dan tanggung jawab produsen.
Peran hukum kontrak dalam perdagangan bebas tidak hanya bergantung kepada harmonisasi dan standarisasi berbagai aturan dan praktik, tetapi juga bergantung kepada budaya hukum masing-masing pihak, terutama antara Barat dan Timur. Masyarakat Barat, teristimewa Amerika Serika memandang hukum sebagai hak sehingga menegakkan hukum kontrak adalah menegakkan hak yang merupakan kewajiban bagi pihak lain. Kontrak merupakan dokumen hukum. Jika timbul perselisihan, para pihak harus kembali kepada kontrak. Masyarakat Timur, seperti Cina, Jepang dan Korea secara tradisional menganggap hukum sebagai perintah dari penguasa untuk menjaga ketertiban.
Dari sudut tradisi yang berakar dari Ajaran Konfusius, hukum selalu berdampingan dengan hukuman. Oleh karena itu, orang Cina, Jepang dan Korea enggan (rasa sungkan) membawa sengketa bisnis ke hadapan pengadilan, karena image pengadilan hanyalah tempat orang-orang jahat. Sengketa-sengketa perdata diselesaikan melalui negosiasi, konsilisasi dan mediasi.
Padangan mereka terhadap kontrak juga tidak sama dengan pandangan masyarakat Barat. Bagi masyarakat Timur, terutama Cina, Jepang, Korea, kontrak tidak lebih sebagai simbul kerja sama, bukan dokumen hukum sehingga dapat diubah setiap saat, ketika kondisi dan situasi mengalami perubahan. Hubungan bisnis lebih ditekankan kepada hubungan kepercayaan (personal) daripada hubungan hukum. Orang Jepang dalam berbisnis mengatakan “trust the people reather than paper”.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perancangan suatu kontrak bisnis, yakni prinsip-prinsip dasar yang lazim dibuat dalam transaksi bisnis internasional yang penjelasannya seperti tersebut di bawah ini.

1. Kebebasan Berkontrak
Prinsip kebebasan berkontrak yang dianut hukum Indonesia (Pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata) dan diberlakukan secara luas dalam praktik hukum di Indonesia, bahkan prinsip ini menjadi begitu penting karena dipergunakan sebagai kata kunci dalam mengembangkan berbagai macam perjanjian yang sebelumnya tidak dikenal dalam system hukum dan praktik hukum di Indonesia. Misalnya perjanjian patungan (joint venture agreement), perjanjian lisensi (license agreement), perjanjian waralaba (franchising agreement) dan perjanjian bagi hasil (production sharing contract). Jenis-jenis perjanjian tersebut baru dikenal luas setelah berlakunya UU No. 1 tahun 1976 tentang Penanaman modal asing yang mengundang masuknya investor asing ke Indonesia.

2. Penawaran dan Penerimaan
Prinsip ini lebih dikenal sebagai persesuaian kehendak di antara pada pihak. Dalam system hukum Anglo Saxon lembaga ini mirip dengan prinsip offer and acceptance,. Terobosan yang banyak dibuat kalangan bisnis di Indonesia adalah pembuatan MOU (Memorandum of Understanding). Sulit untuk menentukan apakah bentuk ini termasuk dalam perjanjian dalam hukum Indonesia karena banyak pihak yang menginginkan bentuk ini semata-semata sebagai dokumen yang membuat saling pengertian diatara para dokumen yang memuat saling pengertian di antara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Di dalam hukum Indonesia dikenal suatu prinsp bahwa perjanjian tidak hanya ditafsirkan dari apa yang tertulis, tetapi juga apa yang secara wajar dimaksudkan para pihak atau secara umum berlaku dalam masyarakat. Jadi, jika suatu Memorandum of Understanding mengisyaratkan terjadi suatu perjanjian, maka tanpa melihat judul dokumen, dokumen tersebut dianggap telah memuat perjanjian diantara para pihak tersebut.

3. Itikad Baik
Prinsip ini terkandung dalam setiap system hukum. Pihak yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan dengan dasar itikad baik, walaupun tidak disebutkan dalam perjanjuan yang bersangkutan, dapat menyakini bahwa tindakannya tersebut terlindungi hukum. Meskipun demikian, penyusunan mendasarkan dari pada prinsip itikad baik tersebut.

4. Penggunaan Istilah
Penyusunan kontrak yang baik akan sangat berhati-hati dalam menggunakan istilah. Istilah yang sudah baku dan jelas pengertiannya dalam hukum tertulis hanya dapat digunakan dalam kontrak sederhana dan tunduk pada hukum Indonesia, serta menyangkut pihak-pihak Indonesia. Dalam kontrak kompleks dan memiliki aspek transnasional, istilah-istilah sebaiknya pengertian atau defenisinya di dalam kontrak yang bersangkutan atau dibuat referensinya kepada ketentuan-ketentuan tertentu dari hukum tertulis.

5. Peralihan Resiko
Di dalam system hukum Indonesia, beralihnya resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jelas-jenis perjanjian tertentu, seperti jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, pinjam pakai, memperjanjikannya dalam perjanjian bersangkutan, kecuali jika para pihak menginginkan peraturan undang. Diluar perjanjian yang menurut undang-undang telah mengatur sendiri masalah peralihan resiko, pembuatan perjanjian perlu melakukan pengaturan sendiri atas resiko yang mungkin timbul.


6. Ganti Rugi
Prinsip ganti rugi di dalam perjanjian selalu hadir dalam setiap hukum, pihak-pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi atas tidak dipenuhi atau dilanggarnya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak lainnya.
Penyusunan kontrak harus memberikan pengertian dan batasan atas ganti rugi tersebut di dalam kontrak yang beraspek transnasional karena prinsip ganti rugi dalam hukum Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti rugi dalam system hukum lain. Di Indonesia tidak dikenal adanya kerugian seperti consequential damages principle atau punitive damaes principles yang sudah lazim dalam system hukum Anglo Saxon.
Pencatuman istilah tersebut dalam suatu perjanjian akan dapat menimbulkan masalah apabila tidak dijelaskan secara rinci karena para pihak mungkin pada waktu pembuatan perjanjian memahami istirlah tersebut dalam kontreks yang berlainan.

7. Keadaan Darurat (Force Mayor)
Setiap kontrak harus memuat klausul keadaan darurat karena besar kemungkinan terdapat keadaan yang tidak dapat dibayangkan atau diperkirakan pada saat kontrak tersebut ditandantangani. Pihak yang mengalami keadaan darurat harus memberitahukan terjadinya keadaan darurat tersebut kepada pihak lainnya sesegera mungkin. Kedua belah pihak harus mengadakan pertemuan untuk mengatasi akibat dari keadaan darurat tersebut terhadap kontrak.
Pihak yang melakukan wanprestasi karena keadaan darurat tidak dapat dikenakkan sanksi ganti kerugian. Pengertian keadaan darurat adalah tidak terbatas pada perang, pemberontakan, invasi, bencana alam, kebakaran, banjir, embargo, peledakan, larangan impor-ekspor, pemogokan, dan kesulitan perburuhan, tetapi ada juga yang memasukkan inflation beyond the expected rate dan certain changes in government policy.

8. Perubahan Kontrak
Kontrak-kontrak bisnis internasional ada yang bersifat rigid disamping bersifat flexible. Dalam kontrak yang bersifat fleksibel selalu dicantumkan renegotiation clause, terutama dalam kontrak-kontrak jangka panjang. Klausul ii jangan dilihat sebagai jalan bagi salah satu pihak untuk lari dari kewajibannya, tetapi bagaimana kontrak tersebut dapat memberikan jaminan bahwa kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan, ketika situasi dan kondisi telah berubah dibandingkan pada saat ditandantanganinya kontrak yang bersangkutan. Memasukkan klausul ini dalam kontrak bisnis internasional dapat mengurangi timbulnya perselisihan karena memberikan kesempatan kepada pihak untuk menyesuaikan kontrak yang telah dibuat dengan yang baru.

9. Alasan Pemutusan
Pemutusan suatu perjanjian timbul balik hanya dilakukan atas persetujuan bersama para pihak di dalamnya. Persetujuan dapat diberikan dalam persetujuan yang bersangkutan untuk hal-hal tertentu. Penyusunan perjanjian yang tunduk pada hukum Indonesia wajib mengetahui bahwa tanpa danya perjanjian demikian mengharuskan salah satu pihak yang menginginkan pemutusan perjanjian untuk meminta persetujuan pengadilan terlebih dahulu (Pasal 1266 KUH-Perdata).
Dalam praktik, penyusunan kontrak selalu mencantumkan bahwa para pihak setuju melepaskan ketentuan pasal 1266 KUH-Perdata tersebut. Efektifitas pelepasan pasal tersebut masih belum diuji sehingga membutuhkan suatu preseden dari yurispredensi.

10. Pilihan Hukum
Untuk perjanjian yang mempunyai aspek transnasional, masalah pilihan hukum ini menjadi penting. Tidak semua pihak asing comfortable bahwa perjanjiannya, walaupun menyangkut Indonesia, diatur dan ditafsirkan menurut hukum Indonesia. Pilihan hukum asing untuk suatu perjanjian yang menyangkut Indonesia adalah sah dan mengikat. Masalahnya bagi penyusun perjanjian adalah apakah pilihan demikian praktis dan efektif.
11. Penyelesaian Sengketa
Sebagian besar transaksi bisnis internasional memilih arbitrase luar negeri sebagai tempat penyelesaian sengketa dengan berbagai alasan. Jika penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut dilakukan di hadapan badan peradilan di Indonesia, masalahnya adalah apakah badan peradilan yang bersangkutan dianggap mampu. Kalau penyelesaian sengketa tersebut dilakukan di pengadilan di luar negeri. Sesuai dengan prinsip hukum asing tidak dapat serta mereka (otomatis) dapat dilaksanakan di Indonesia. Pengadilan di Indonesia hanya dapat menggunakan keputusan tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan ataupun bukti dalam memberikan keputusan sendiri dalam suatu perkara baru yang diajukan ke hadapan pengadilan tersebut.

D. Manfaat Perdagangan Antarnegara/Internasional
- Untuk memenuhi kebutuhan akan barang/jasa.
- Dapat memperoleh barang/jasa dengan harga yang lebih murah.
- Mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri.
- Memperluas lapangan kerja
- Merupakan sumber pendapatan bagi negara.
- Memperoleh manfaat dari adanya spesialisasi dalam bentuk keunggulan komparatif dan peningkatan kemakmuran.
- Meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi, yang pada dasarnya bersumber pada skala ekonomis dalam proses produksi, teknologi baru, dan rangsangan bersaing.
- Meningkatkan proses tukar-menukar antarnegara.
- Mendorong terjadinya persaingan sehat yang pada gilirannya menimbulkan perkembangan teknologi.
- Meningkatkan perluasan pasar (produksi-konsumsi).

E. Hambatan Perdagangan Internasional
- Ancaman perang.
- Perbedaan tingkat upah.
- Peraturan/kebijakan negara lain.
Dalam bentuk proteksi, yaitu usaha melindungi industri-industri di dalam negeri.
Adapun bentuk-betuk proteksi adalah sebagai berikut :
a. Tarif dan bea masuk
Dikenakannya tarif/bea masuk yang tinggi bagi barang luar negeri, akan mengakibatkan harga barang tersebut kalah bersaing dengan barang dalam
b. Pelarangan impor
Produksi dari luar negeri sama sekali tidak boleh masuk ke pasaran dalam negeri. Misalnya, harga sepatu buatan Indonesia jauh lebih murah dibandingkan harga sepatu buatan Malaysia. Akan tetapi, karena pemerintah Malaysia melarang impor, maka sepatu Indonesia tidak boleh masuk ke pasar Malaysia.
c. Pelarangan ekspor
Produksi dari dalam negeri sama sekali tidak boleh dijual ke pasaran luar negeri. Misalnya, pemerintah Indonesia pernah melarang ekspor rotan mentah ke luar negeri karena mebel rotan buatan Indonesia kalah bersaing dengan mebel rotan buatan luar negeri. Padahal rotannya berasal dari Indonesia
d. Kuota
Kuota ialah pembatasan jumlah barang impor yang boleh masuk ke dalam negeri
e. Subsidi
Subsidi atau bantuan pemerintah dimaksudkan agar produsen dalam negeri dapat menjual barangnya lebih murah, sehingga mampu bersaing dengan barang impor.
f. Dumping
Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk pembedaan harga antara yang berlaku di dalam negeri dan di luar negeri. Negara yang mengekspor barangnya ke pasar negara lain memberlakukan harga yang lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri sendiri. Contoh Negara yang memberlakukan dumping adalah Jepang.





F. Contoh Kasus Persengketan Perdagangan Internasional
• Sengketa Rokok Kretek Indonesia Dengan Amerika Serikat
Jakarta - Amerika Serikat (AS) terus melanjutkan proses penyelesaian konflik dengan Indonesia terkait kasus pelarangan impor rokok Indonesia ke negeri Paman Sam.
Wakil Menteri Perdagangan Urusan Perdagangan Internasional Amerika Serikat Fransisco J. Sanchez menyatakan pihaknya akan menjalankan proses penyelesaian konflik Indonesia-Amerika Serikat terkait larangan impor rokok Indonesia.
"Kita lanjutkan prosesnya," ujar Sanchez saat ditemui di Gedung Sampoerna Strategic, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (3/4/2011)
Hal ini akan menjadi pokok pembicaraan pada pertemuan dirinya dengan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang direncanakan pada esok hari Rabu 4 Maret 2011.
Menurut Sanchez, setiap negara memiliki kepentingan yang berbeda-beda sehingga memengaruhi kebijakan di negaranya masing-masing.
"Teman dan keluarga saja ada kepentingannya masing-masing," ujarnya. Namun, Sanchez mengharapkan masalah tersebut tidak memengaruhi hubungan yang telah terjalin antara kedua negara tersebut. "Tapi,kita bedakan antara hubungan persahabatan dengan hubungan komersil," pungkasnya.
Seperti yang diketahui, RI telah mengadukan larangan rokok kretek AS ke WTO. Indonesia secara resmi telah mengajukan permintaan pembentukan Panel yang disampaikan dalam Sidang Badan Penyelesaian Sengketa/Dispute Settlement Body (DSB) WTO, pada tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa Swiss.
Dalam sidang DSB WTO tanggal 22 Juni 2010 di Jenewa, Delegasi RI menyampaikan kepada Sidang alasan dan dasar hukum ketentuan WTO mengenai permintaan pembentukan Panel kepada DSB.
Indonesia meminta agar Panel memeriksa pelanggaran yang dilakukan oleh AS terhadap ketentuan Pasal III GATT (General Agreement on Tariff and Trade) 1994, penggunaan article XX GATT 1994.
Selain itu Indonesia mengajukan permohonan kepada Dispute Settlement Body World Trade Organization untuk pembentukan panel guna menyidangkan perkara pelarangan rokok kretek oleh Amerika Serikat.
Hal itu disampaikan Duta Besar/Deputi Wakil Tetap II Perutusan Tetap RI untuk World Trade Organization (WTO), Erwidodo, dalam pernyataan pada Sidang Dispute Settlement Body (DSB), yang diterima koresponden ANTARA, di London, Kamis.
Indonesia menyampaikan permohonan pembentukan panel setelah berbagai upaya konsultasi gagal menghasilkan penyelesaian yang diharapkan.
"Indonesia mengajukan AS ke DSB atas diberlakukannya Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act of 2009 yang melarang produksi dan penjualan rokok beraroma, termasuk kretek, di AS," katanya.
Indonesia sebelumnya, telah menempuh berbagai cara, antara lain, menyampaikan keberatan, berbicara dengan pejabat Kongres AS, dan melakukan sejumlah konsultasi bilateral, baik informal maupun formal, untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Namun, hingga saat ini Indonesia tidak mendapatkan respon yang memuaskan dari AS. Hal ini khususnya menyangkut bukti ilmiah tentang bahaya rokok kretek, terutama jika dibandingkan dengan rokok beraroma menthol yang masih diperbolehkan penjualannya di AS, ucapnya.
Indonesia menilai bahwa AS telah melakukan diskriminasi terhadap rokok kretek, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan WTO, termasuk, antara lain, Perjanjian GATT 1994 dan Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT).
Sebagaimana prosedur dalam ketentuan Dispute Settlement Understanding (DSU), permohonan pembentukan panel yang pertama dapat ditolak oleh pihak yang disengketakan, yaitu dalam hal ini AS.


• Indonesia Menyampaikan Sikap Protes Ke WTO Atas Larangan Rokok Kretek Oleh AS.
Pemerintah Indonesia telah mengajukan gugatan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan peredaran rokok kretek asal Indonesia di negeri itu.
Gugatan pemerintah Indonesia itu diajukan pada Juni 2010 menyusul belum ada respons atas protes Indonesia terkait kebijakan Badan Pangan dan Narkoba (FDA) Amerika yang memberlakukan larangan peredaran atas "rokok kretek" sejak September 2009. "Jawabannya mungkin dalam waktu dekat," ujar Menteri Perdagangan Mari Pangestu, 16 Juni 2010.
Dalam pembahasan di WTO, Indonesia sesungguhnya sudah menyampaikan sikap atas kebijakan pemerintah Amerika Serikat tersebut. Pada 17 Agustus 2009, delegasi Indonesia menyampaikan protes atas kebijakan tersebut.
Berikut ini, nota protes pemerintah Indonesia atas boikot produk rokok kretek oleh Amerika Serikat seperti disebutkan di website www.wto.org:
1. Indonesia prihatin dengan langkah-langkah Pemerintah Amerika Serikat tentang UU Pengendalian Tembakau dan Pencegahan Keluarga dari Rokok. Indonesia mempertanyakan apakah kebijakan ini sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kami memahami Pemerintah AS telah meneken UU pada 22 Juni 2009. Pada Pasal 907 UU itu menyebutkan Amerika melarang peredaran semua jenis rokok, kecuali rasa mentol yang akan berlaku 90 hari setelah UU diteken.
2. Pemerintah Indonesia telah berulang kali menyampaikan bahwa Pasal 907 UU tersebut tidak konsisten dengan prinsip-prinsip umum WTO soal kebijakan nondiskriminasi serta soal hambatan perdagangan.
3. UU itu melarang produksi atau penjualan rokok yang mengandung zat aditif tertentu, termasuk cengkeh, di Amerika Serikat. Tetapi, UU itu mengizinkan produksi dan penjualan rokok lain, khususnya rokok mentol. Semua rokok kretek yang dijual di Amerika Serikat, sebagian besar diimpor dari Indonesia. Sedangkan, hampir semua rokok mentol yang dijual di Amerika Serikat diproduksi di dalam negeri.
4. Tidak ada informasi ilmiah atau teknis yang menunjukkan bahwa rokok kretek menimbulkan risiko kesehatan lebih besar dibandingkan rokok mentol. Apalagi, rokok mentol dikonsumsi dalam jumlah jauh lebih besar. Pemerintah Indonesia menyatakan kebijakan tersebut sangat diskriminasi terhadap rokok cengkeh yang diimpor. Karena itu, UU itu tidak sesuai dan melanggar kewajiban Amerika Serikat atas kesepakatan WTO. Berikut ini jenis pelanggaran AS:
A. Pasal 2, 3, 5, dan 7 dari Persetujuan tentang Penerapan Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi;
B. Pasal 2 dan 12 dari Persetujuan tentang Hambatan Teknis terhadap Perdagangan, dan
C. Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan 1994.
5. Kami berpendapat bahwa Perjanjian Batasan Teknis Perdagangan (TBT) mewajibkan Amerika memastikan bahwa produk yang diimpor dari anggota WTO harus mendapatkan perlakuan tak kurang menguntungkan ketimbang produk domestik. Perjanjian ini mewajibkan AS menjamin peraturan teknis yang tak membuat batasan dan hambatan tak perlu dalam perdagangan internasional. Perjanjian TBT mengharuskan AS mempertimbangkan informasi ilmiah dan teknis, serta kebutuhan perdagangan negara berkembang seperti Indonesia.
6. Pemerintah Indonesia meminta Amerika menghapus tindakan membatasi perdagangan bebas yang terkandung dalam UU Pengendalian Tembakau 2009 sehingga mengikuti asas "keadilan" sesuai prinsip-prinsip WTO.
7. Mengacu pada Pasal 907 UU Pengendalian Tembakau, Pemerintah Indonesia meminta Amerika Serikat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
 Mengapa mentol dipilih sebagai satu-satunya rasa, ramuan atau rempah-rempah dikecualikan dari ketentuan ini?
 Rokok kretek adalah industri penting di Indonesia. Apakah rokok kretek juga diproduksi di Amerika Serikat?
 Bagaimana FDA menafsirkan konsep "karakteristik aroma" rokok?
 Rokok banyak mengandung bahan selain tembakau. Apa mungkin membedakan bahan-bahan tersebut dari "karakteristik aroma" rokok?
 Mentol berasal dari bahan buatan rasa mint, yang juga dari herbal atau rempah-rempah. Apakah Amerika percaya bahwa rokok mentol tidak masuk dalam ketentuan Pasal 907?
 Secara fisik, rokok yang mengandung cengkeh dan mentol dengan zat aditif rasa herbal mempunyai sifat menenangkan. Tujuan akhir dari rokok cengkeh dan mentol adalah sama
Indonesia akan mengajukan kembali permohonan pembentukan panel pada Sidang DSB berikutnya pada tanggal 20 Juli. Indonesia telah melakukan persiapan dalam rangka melanjutkan ke tahap persidangan, serta menghadirkan pengacara yang memahami isu tersebut. Atas dasar gugatan dan posisi yang sangat kuat, Indonesia diharapkan memiliki peluang yang besar untuk memenangkan perkara ini.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut :
a. Pencantuman klausul dalam kontrak perdagangan tampaknya harus juga menggunakan analisis ekonomi bila para pihak ingin menghindarkan kerugian, begitu juga bila dalam pelaksanaan kontrak perdagangan, bila terjadi hal-hal yang di luar kemampuan para pihak, perubahan kontrak mesti dimungkinkan, karena penyelesaian sengketanya akan memakan biaya yang besar yang tidak efisiensi bagi kedua belah pihak.
b. Penyelesaian sengketa dilakukan karena salah satu pihak melakukan wanprestasi akan memperhitungkan transaction cost karena proses penyelesaian sengketa yang berlarut-larut serta memakan biaya yang besar.

B. Saran
a. Diharapkan kepada para pebisnis agar selalu menjaga nama baik dalam melakukan praktek bisnis dengan kata lain menerapkan kaidah emas, yaitu berlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan dan jangan perlakukan orang lain sebagaimana anda tidak ingin diperlukan.
b. Diharapkan juga kepada lembaga penegak hukum bidang perdagangan agar mengadili sengketa menerapkan prinsip jujur dan adil.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Rudy M. Teuku. Administrasi dan Organisasi Internasional, PT: Refika Aditama, Bandung. 2000

Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, PT : Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006

http://senandikahukum.wordpress.com/hak-asasi-manusia-dalam-hukum-ekonomi-internasional-tinjauan-beberapa-perspektif/selasa, 12 April 2011, 20.00.

http://hukum-perdagangan-internasional-prinsip-konsepsi-dasar.PDF/selasa 12 April 2011, 20.00.

0 komentar:

Spoiler Untuk lihat komentar yang masuk:

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. Blog Comunitas Economic . All Rights Reserved.
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Template modify by Creating Website